Minggu, 25 Januari 2009

Pengembangan Riset Menuju Perikanan Tangkap Sultra yang Berkelanjutan

Pokok-Pokok Fikiran

PengPengembangan Riset Menuju Perikanan Tangkap Sultra yang Berkelanjutan

Oleh :

Muslim Tadjuddah,M.Si


Tulisan ini meng-apreciate dari Tulisan rekan saya Dr. Agus Kurnia (Menggagas Perikanan Budidaya Sultra Berkelanjutan) yang dimuat harian ini dua hari secara berurutan (25-26 Januari 2008). Saat ini kita sepakat mengatakan sektor perikanan tangkap Indonesia mulai masuk jalur lambat namun masih dapat diharapkan sebagai sumber pangan ikan dunia dengan melakukan upaya-upaya riset kedepannya

Pendahuluan

Tujuan utama pembangunan kelautan Indonesia sejak awal orde baru adalah bagaimana untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa ada upaya untuk melakukan pemerataan kesejahteraan dan melakukan upaya pelestarian lingkungan semaksimal mungkin. Menurut Rohmin Dahuri (Paradigma baru pembangunan Indonesia berbasis kelautan) Pembangunan kelautan saat itu sangat diwarnai oleh rejim yang bersifat :

1.) Open Access

Siapa saja, kapan saja, dimana saja, dan berapa saja boleh mengeksploitasi sumberdaya ikan dan lingkungan kelautan.

2.) Sentralistik

Top down, kebijakan pengelelolaan sumberdaya sangat ditentukan oleh pusat sehingga tak jarang didapatkan saat penerapan kebijakan dilapangan tidak tepat sasaran/tidak efektif.

3.) Seragamisasi

Kurang atau tidak memperhatikan keragaman biofisik alam dan sosio-kultural masyartakat lokal /daerah.

Dampak dari kebijakan pengelolaan yang diterapkan seperti itu maka di lapangan terlihat :

· Kerusakan lingkungan berupa overfishing (daya tangkap lebih)

· Kepunahan jenis species tertentu (species extinction)

· Kerusakan terumbu karang

· Degradasi hutan mangrove

· Pencemaran

· Dan lain sebagainya, diberbagai kawasan pesisir dan lautan telah mencapai suatu tingkat yang mengancam kelestarian daya dukung (sustainable capacity) dari ekosistem maritim itu sendiri.

KEADAAN SUMBERDAYA IKAN SEKARANG DAN YANG AKAN DATANG

Kondisi sumberdaya ikan Indonesia pada masa yang lalu tidak kita bicarakan dalam tulisan ini, yang pasti masa-masa kejayaan melimpahnya sumberdaya ikan di daerah/negara kita telah lewat. Lalu bagaimana keadaan sumberdaya itu sekarang ini. Dari data statistik pemanfaatan sumberdaya ikan nampak jelas terlihat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat signifikan terutama di daerah yang padat nelayannya dan memiliki intensitas penangkapan yang tinggi seperti pantai utara jawa, selat malaka dan selatan sulawesi (termasuk disebagian sebesar wilayah perairan sultra) tetapi anehya income yang dihasilkan dari sektor ini (Perikanan Tangkap ) relatift kecil dan menjadi paradoks perikanan tangkap kita.

Produksi perikanan laut dalam dasawarsa terakhir mengalami peningkatan rata-rata 4,95 persen per tahun namun ini masih rendah dari yang diharapkan yaitu sekitar 6 persen per tahun. Salah satu faktor penyebabnya disinyalir adalah banyaknya kapal-kapal asing yang berseliweran(beroperasi) di perairan kita, kapal asing ini beroperasi tidak hanya di perairan ZEE tetapi juga di perairan nusantara menurut data ada sekitar 5000 kapal asing milik Thailand, Filipina, Taiwan, Korea dan RRC beroperasi diperairan kita, Berdasarkan asumsi yang dilansir FAO, kerugian negara akibat illegal fishing mencapai 30 trilyun rupiah pertahun. Dengan tingkat kerugian mencapai 25% dari total potensi perikanan yang kita miliki.

Potensi lestari (MSY/maximum suistanable yield) perairan kita ±6,4 juta ton per tahun sedangkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB/Total Allowable Catch/TAC) adalah sebesar 5,12 juta ton per tahun atau ±80% dari MSY . Menurut data tahun 2003 total hasil tangkapan ikan adalah 4,4 juta ton per tahun sehingga produksi masih terdapat peluang pengembangan ± 720.000 ribu ton per tahun ini terutama pada perairan-perairan seperti Laut Banda, Laut Arafuru (kecuali udang), Laut Maluku dan Laut Sulawesi. Apabila kita menganalisis data perikanan tangkap Indonesia ini maka kedepan kita tidak bisa lagi berharap hasil devisa sektor kelautan dan perikanan berasal dari perikanan tangkap hendaknya mulai sekarang harus ada usaha-usaha subtitusi kearah lain seperti misalnya budidaya laut (Marine Culture) dan lain sebagainya.

ARAH PENGEMBANGAN RISET PERIKANAN TANGKAP INDONESIA

KE DEPAN

Berkaca dari kondisi dan potensi sumberdaya ikan yang semakin menipis maka seyogyanya diperlukan suatu usaha dalam bentuk riset atau penelitian-penelitian yang bertujuan agar sumberdaya ini dapat lestari dan berkesinambungan, tentunya menjadi harapan kita bersama sumberdaya ini masih dapat dinikmati oleh anak cucu kita kelak. Berikut ini beberapa konsep yang perlu kita fikirkan bersama mengenai topik/kajian dalam tatanan pengembangan perikanan tangkap yang berkelanjutan kedepan misalnya, diperlukan :

1.) Survey daur hidup larva ikan pada semua species ikan yang berada di wilayah perairan di Sultra.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masa kritis semua larva ikan di wilayah perairan (Early Live Story) sehingga kita dapat melakukan usaha-usaha memperbaiki jumlah populasi atau stok ikan apabila pada suatu keadaan terjadi tekanan penangkapan tinggi atau stok/kelimpahan pada species tertentu mengalami kondisi kritis.

2.) Survey Pola migrasi ikan terutama ikan Pelagis besar dan pelagis kecil di seluruh wilayah peraitan Sultra

Dengan mengetahui pola migrasi ikan kita dapat menentukan musim penangkapan pada wilayah tertentu dan pada species tertentu sehingga upaya penangkapan yang dilakukan dapat semakin efisien dan efektif.

3.) Perlunya riset tentang Zona Marine Protected Area (daerah perlindungan Laut) disemua wilayah perairan di Sultra.

Zonasi ini bertujuan untuk memetakan daerah tempat pemijahan ikan yang tidak boleh dilakukan penangkapan terutama species ikan tertentu yang telah mengalami tekanan ekologis akibat penangkapan yang berlebihan (Over fishing) maupun karena kejadian-kejadian alam.

4.) Survey pola Oseanografi, Meteorologi dan Kontur perairan dalam wilayah perairan di Sultra.

Hasil survey ini diharapkan dapat memberikan informasi dan data apabila ada keinginan dari pemerintah (birokrasi) dalam mengambil kebijakan mengembangan jenis alat tangkap, terutama alat tangkap yang bersifat pasif seperti set net, bubu dan lain-lain agar alat tangkap ini sesui dengan target species yang diinginkan.

5.) Perlu dirancang kerjasama wilayah pengelolaan perikanan antar provinsi di Indonesia

Kerjasama ini antar pemerintah daerah tentang kapal apa saja dan alat tangkap apa saja yang boleh beroperasi diwilayahnya masing-masing sehingga PEMDA mempunyai adil yang besar dalam pengawasan dan pengelolaan sumberdaya ikan di daerah.

Penutup

Pada akhir tulisan ini penulis berharap semoga masih ada secercah harapan dari sektor perikanan tangkap kedepan dalam ikut mensejahterakan nelayan tradisional kita. Jayalah bangsaku, Jayalah sektor perikanan,Jalesveva jayamahe, justru di laut kita jaya. Wassalam

Penulis, Dosen Program studi Manajemen Sumberdaya Perikanan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,Unhalu




PERLUNYA MANAGEMEN TELUK KENDARI YANG YANG RAMAH LINGKUNGAN DAN BERKELANJUTAN

Oleh :

Muslim Tadjuddah

Tulisan ini diawali dengan pertanyaan Teluk Kendari sebagai asset atau beban bagi Pemerintah Kota… …?

Akhir-akhir inii terjadi polemik antara pemkot dengan legislatif tentang pembangunan sebuah SPBU di kawasan teluk kendari bagaimana pengelolaan teluk kendari yang berkelanjutan

Keberadaan teluk kendari dalam kotamadya kendari merupakan asset daerah sekaligus kebanggaan warga kota kendari selain dapat dimanfaatkan sebagai sarana transportasi laut, pariwisata dan budidaya laut dapat juga difungsikan sebagai sumber pemasok pendapatan asli daerah (PAD) yang nantinya dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerah serta ikut menciptakan lapangan kerja masyarakat terutama yang bermukim disepanjang pesisir dan teluk kendari .

Teluk Kendari dan Permasalahannya

Teluk Kendari yang telah menjadi Icon Kota Kendari sekaligus menjadi kebanggaan warga masyarakat Kota Kendari dihadapkan pada permasalahan-permasalahan :

1. Sedimentasi atau pendangkalan teluk kendari menurut penelitian Bapeda Sultra sedimentasi sudah termasuk pada 2,59 ton / tahun hal ini dipengaruhi oleh penggundulan hutan nanga-nanga (papalia) nipa-nipa, tahura murhum dan banyaknya pemotongan atau pengerukan bukit dibeberapa tempat dikota kendari.

2. Terjadinya kerusakan Marine biodiversity yang ada diteluk kendari selain karena proses sedimentasi pantai secara terus-menerus juga karna adanya konversi hutan mangrove yang beralih fungsinya

3. Makin menipisnya hutan mangrove, sebagai ilustrasi luas hutan mangrove diteluk kendari tahun 1960, 542,58 ha dan pada tahun 1995 luasnya tinggal 69,85 ha, hutan mangrove selain berfungsi sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan , tempat pemijahan dari berbagai biota juga berfungsi sebagai penahan abrasi pantai dan penyerap limbah.

4. Tingginya reklamasi pada wilayah pesisir teluk Kendari,contohnya dikelurahan Lapulu(saat gubernur Drs. H Laode Kaimuddun) untuk pemukiman nelayan transmigrasi yang akhirnya proyek itu gagal, Pembangunan Pasar hygienis dan kawasan perbelanjaan teluk Kendari dan limbah yang dihasilkan dari rumah tangga yang bermuara di teluk kendari.

Menurut hasil penelitian terjadi pendangkalan teluk yang cukup signifikan setiap tahunnya yang disebabkan oleh aktifitas pembangunan, sedimentasi alami seperti kehilangan tanah akibat erosi di daerah tangkapan air teluk dan akibat pengendapan sampah. Akibatnya kondisi teluk saat ini terlihat semakin kehilangan fungsinya, misalnya pada konversi hutan mangrove/bakau menjadi areal pemukiman masyarakat seperti terlihat pada daerah sekitar by pass tapal kuda dan saat ini lagi marak dilakukan pembangunan Pasar Ikan Higienis oleh Pemerintah Kota Kendari.

Menurut data hasil pengukuran batymetri yang dilakukan oleh Dishidros TNI-AL volume teluk pada tahun 1995 sebesar 27.225.000 m³ dengan luas areal 1.125 ha kemudian selang lima tahun kemudian yaitu pada tahun 2000 volume teluk kendari telah menjadi 23.424.800 m³ dengan luas areal 1.084 ha. Bayangkan dalam tempo waktu lima tahun saja kita telah kehilangan areal teluk Kendari sebesar 41 ha. Bagaimana Kondisi Teluk Kendari 10 tahun kedepan, 20 tahun kedepan bahkan 50 tahun kedepan. Oleh karena itu di butuhkan kepedulian dari Pemerintah Kota Kendari untuk menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ramah lingkungan dengan memperhatikan sumberdaya alam yang berada disekitarnya.

Menghadapi kenyataan ini perlu dicarikan solusi dari permasalahan Teluk Kendari saat ini. Karena Teluk Kendari memiliki karakteristik yang khas terutama pada sistem arus dan pola pasang-surut yang berada di perut teluk yang menyebabkan tingginya sedimentasi. Akan lebih baik bila kita dapat mempelajari data tersebut secara konferehensif untuk dianalisis 5 hingga 10 tahun yang lampau dan hingga saat ini tentunya. Sehingga akan didapatkan fenomena pesisir Teluk Kendari yang terbaik. Selanjutnya baru dapat disusun beberapa alternatif untuk mengurangi dampak tersebut sehingga tidak berakibat terjadinya abrasi yang sangat luar biasa.

Penulis menawarkan solusi alternatif yang ekonomis dan ramah lingkungan dengan metode pemanfaatan kawasan bermangrove, artinya dengan mengembalikan jalur hijau sepanjang garis pantai pada kawasan-kawasan tertentu dengan melakukan penanaman kembali pohon mangrove dengan harapan nantinya akan berfungsi sebagai pelindung pantai dari endapan limpur dan sampah-sampah dari masyarakat yang menyebabkan sedimentasi.

Seperti diketahui hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove berfungsi antara lain sebagai pelindung dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen, penghasil sejumlah detritus dari daun dan dahan pohon mangrove, daerah asuhan (nursery grounds), mencari makan (feeding grounds), dan pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya, pemasok larva ikan, udang dan biota lainnya dan tempat pariwisata (Bengen, 2001). Hal ini didukung dengan kemampuan adaptasi yang tinggi dari pohon mangrove yang disebabkan karena pohon mangrove mampu beradaptasi terhadap kadar oksigen rendah, kadar garam tinggi, tanah yang kurang stabil dan adanya pasang-surut. Disamping untuk memperkokoh pohon, akar mangrove juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.

Selanjutnya data mengenai kondisi biotik meliputi bagaimana kerapatan penutupan lahan yang diperlukan oleh mangrove, pola tanam yang dapat dilakukan, dan jenis pohon mangrove yang jadi pilihan untuk digunakan merupakan hal yang perlu dipertimbangkan atau dikaji pada alternatif ini. Selain itu aspek sosial ekonominya juga tidak ketinggalan harus menjadi perhatian. Mengrove memerlukan waktu lama untuk dapat berfungsi sebagaimana yang diinginkan. Bila telah berfungsi khususnya sebagai penahan laju sedimentasi, Untuk itu aspek sosial budaya masyarakat sekitar perlu diperhatikan dan bila perlu dibina untuk dipersiapkan sedini mungkin. Misalnya dengan melibatkan peran sertanya dari awal pelaksanaan penanaman jalur hijau sepanjang pantai dengan mangrove ini. Akan banyak fungsi lain secara tidak langsung akan dinikmati oleh warga masyakarat sekitar Teluk Kendari dan Pemerintah Kota Kendari apabila mangrove yang ditanami telah berfungsi.

Dengam komplesitasnya permasalaahan yang ada diteluk Kendari maka dipandang perlu semua stakeholder yang terkait baik pihak pemkot,perguruan tinggi,LSM dan semua unsure masyarakat untuk duduk bersama guna menyatukan visi dan misi mengenai bagaimana managemen Teluk Kendari yang yang ramah lingkungan dan berkelanjutan kedepan.

Assesing Fishery Productifity

(Chapter 3/Fishing Grounds)

Diterjemahkan :

MUSLIM TADJUDDAH

Menaksir Produktivitas Perikanan

Produktivitas bisa diartikan sebagai hasil yang menguntungkan, tetapi makna produktivitas dari sisi perikanan jauh lebih kompleks, karena memiliki dimensi-dimensi yang berbeda. Produktivitas tidak hanya pada kemampuan populasi ikan menghasilkan ikan, akan tetapi juga kemampuannya untuk memberikan nilai ekonomi dan keuntungan-keuntungan sosial.

MSFCMA menghendaki sektor perikanan dikelola untuk menyediakan keuntungan seluas-luasnya untuk bangsa, khususnya untuk “food production” serta bidang rekreasi (kegiatan pemancingan), dan agar menjaga stok ikan pada level yang dapat menghasilkan hasil yang optimum untuk jangka waktu yang lama. Optimum yield (keuntungan optimum) sebagai hasil yang menciptakan keuntungan yang terbaik, bukan pada bobot ikan yang besar namun hasil optimum dapat terjadi pada tangkapan yang lebih kecil jika biaya penangkapan tinggi, jika pasar menyerap hanya pada jumlah yang kecil, dan jika masyarkat menghargai rendah bobot ikan. Sebelum tahun 1996 amandement MSFCMA, hukum mendefinisikan hasil optimum sebagai hasil maksimum yang berkelanjutan diartikan sebagai modifikasi dari faktor-faktor sosial, ekonomi dan ekologi lebih dari atau kurang dari hasil maksimum yang berkelanjutan. Tahun 1996 amandement menempatkan “as moficated by” (sebagai modifikasi dari) dengan sebagai pengurangan untuk menjamin bahwa produktivitas opt imum tidak bisa di set pada level di atas hasil maksimum yang berkelanjutan

Kelayakan dari menggunakan produksi maksimum berkelanjutan sebagai tujuan pengelolaan perikanan masih diperdebatkan. Yang terpenting sebenarnya adalah bukan menangkap ikan sebanyak-banyaknya akan tetapi sebagai kontributor utama terhadap keuntungan-keuntungan perikanan yang membuat produktivitas perikanan adalah produktivitas tersebut menghasilkan nilai-nilai ekonomi dan sosial. Sebaik faktor biologis, keuntungan dan kerumitan-kerumitan muncul karena 3 tipe keutungan tidak selalu secara bersama-sama saling menguntungkan pada level yang sama. Ingatlah bahwa keuntungan-keuntungan tidak hanya pada produksi dan rekreasi pemancingan, keuntungan selalu berasal dari “menikmati bukan membunuh”. Suatu nilai diekspresikan untuk mendukung kegiatan/program konservasi perikanan.

Apa itu Produktivitas ?

Faktor biologis, ekonomi, dan sosial adalah faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana mendefinisikan dan mengukur produktivitas. Pengukuran produktivitas tidaklah statis tetapi harus terus menerus beradaptasi pada perubahan.

Produktivitas Biologi

The National Marine Fisheries Services Publication Our Living Ocean menampilkan produktivitas biologis dari sumberdaya perikanan dalam tiga konsep :

1. Hasil tahunan terakhir, rata-rata tangkapan dalam periode tiga tahun

2. Hasil potensial saat ini, potensi tangkapan yang berdasarkan kelimpahan stok pada saat itu dan pertimbangan ekosistem

3. Potensi hasil jangka panjang, rata-rata hasil tangkapan maksimum jangka panjang yang serupa pada hasil maksimum yang berkelanjutan.

Perhatian utama dari pengelolaan perikanan tangkap adalah ikan yang dibunuh oleh kegiatan penagkapan meskipun pengelolaan saat ini telah bertambah tanggung jawabnya terhadap perlindungan habitat ikan dari efek kerusaklan akibat penangkapan.

Jika hasil tangkapan saat ini dibandingkan dengan potensinya , jelaslah bahwa perikanan tangkap tidak sebagai produktivitas biologis. Alasan utama dari degradasi adalah overfishing.

TPI statistik hanya menunjukkan bagian ikan yang mati, ikan yang ditangkap dan dilepaskan dalam kegiatan pemancingan (biasanya yang dilepaskan mati) tidak pernah dihitung karena tidak masuk pasar, terlalu sedikit dan melampaui limit penangkapan atau ada yang memang dilarang oleg regulasi. Menurut perspektif dari produktivitas biologi, ini harus masuk hitungan mortalitas ikan. Intinya perikanan tangkap harus mengamati onboard vessels untuk mengukur dan memonitor ikan yang ditangkap dan dilepaskan dan menghitung hasil yang ditangkap sebagai bagian dari total penangkapan yang diperkenankan.

Produktifitas Ekonomi

Produktivitas ekonomi berhubungan dengan efisiensi perikanan (penerimaan dibandingkan dengan biaya). Efisien jika perbedaan penerimaan dan biaya besar. Penerimaan maksimal menunjukkan bahwa efisiensi perikanan tinggi. Biaya yang efektif diartikan dengan jumlah tangkapan tertentu diperoleh dari biaya yang sekecil-kecilnya.

Produktivitas ekonomi selalu berhubungan dengan kontribusi keuntungan-keuntungan ekonomi terhadap individu dan masyarakat. Tipenya bukan hanya pada ukuran keuntungan tetapi bagaimana pendistribusian keuntungan tersebut. Ingatlah bahwa harus dibedakan antara efisiensi individu dengan efisiensi secara luas. Produktivitas ekonomi selalu diukur oleh pengembalian investasi yang dibuat oleh bisnis perikanan. Untuk bisnis individu efisiensi adalah sesuatu dari mengkobinasikan seluruh bagian-bagian dari usaha perikanan (perahu, alat tangkap, dsb) yang bisa menghasilkan keuntungan setinggi-tingginya. Untuk perikanan secara luas, efisiensi adalah masalah yang lebih luas dimana keuntungan-keuntungan masyarakat umum adalah yang penting. Keuntun gan umum termasuk pekerjaan, kesejahteraan, pemasukan pajak, dan aktivitas-aktivitas ekonomiyang diciptakan oleh sektor perikanan tangkap. Ingatlah bahwa bisnis ini menggeneralisasikan keuntungan kepada publik, juga tidak membuat nilai tetapi mencipatakan biaya. Nilai dibatalkan jika ikan terbuang, dan ketika musim paceklik. Pentingnya keuntyungan publik dan biaya berubah-ubah tiap waktu, ini bergantung pada pasar, kecendrungan publik, pendekatan publik, pendekatan manajemen dan kondisi ekologi, serta produktivita ekonomi.

Produktivitas Sosial

Produktivitas sosial berhubungan dengan hal-hal obyektif. Seperti :

1. Meraih keadilan dalam distribusi pendapatan dan keragaman dari skala usaha perikanan

2. Kesempatan untuk rekreasi dan perikanan subsisten

3. Keberlanjutan komunitas pesisir

4. Pemeliharaan budaya

5. dan penyaluran pengetahuan

Produktivitas sosial digunakan pada perancangan sistem managemen desentralisasi regional serta untuk mendukung kualitas kehidupan( kesehatan fisik dan mental, ketiadaan penyakit sosial, apresiasi estetika, dan rekreasi).

Produktivitas sosial didasarkan pada produktivitas biologis dan ekonomi. Perlu diingat bahwa produktivitas ekonomi dan sosial tidak sama sehingga dapat menimbulkan konflik diantaranya. Contohnya efisiensi ekonomi seperti phk karyawan tidak berorientasi pada produktivitas sosial.

Permasalahannya adalah bagaimana mengukur produktivitas sosial? (ini karena sifat datanya yang kualitatif). Produktifitas sosial yang berkurang bisa diukur pada kondisi kemiskinan dan menunjukkan tanda-tanda ”social distress”.

Mengelola Produktivitas

Dibidang perikanan tidak hanya mengejar tujuan tunggal (komersial, rekreasi atau tujuan subsistensi dan artinya tidak ada keuntungan tunggal terbaik yang didapat dari sektor perikanan. Setiap keuntungan pasti ada implikasinya dan bisa menjadi masalah yang sangat kompleks. Kita ambil contoh pada Atlantic Billfish. Di Amerika AB secara eksklusif hanya untuk kegiatan pemancingan saja tidak untuk kom ersial. Oleh karena itu produktivitas biologisnya adalah mengurangi mortalitas dari AB dan kegiatan pemancibngan memang menyebabkan mortalitas AB menurun. Tetapi jika yang dilepas setelah dipancing tidak selamanya bisa hidup sebab rupanmya dia bisa tertangkap oleh alat tangkap ”longline gear” yang memang ditujukan untuk komersialisasi.

Harus diingat bahwa susah untuk menentukan keuntungan yang pasti diperoleh dan prioritasnya susah menentukan peluang kehilangan dan mendapatkan keuntungan dari pengelolaan sektor perikanan. Contohnya pada kasus ”The Gulf of Mexico Red Snapper Fishery”. Ikan dewasa ditangkap nelayan dengan menggunakan “gear type” yang bervariasi. Untuk memancing, nelayan menggunakan hook dan line. Juvenile fish biasa ditangkap oleh nelayan tetapi dilepaskan karena ada aturannya (biasa ikan yang dilepas mati). Ikan yang dilepas suka terjaring oleh shrimp trawl, sehingga mortalitasnya tinggi.

Susah juga menyeimbangkan produktivitas biologis ekonomi dan sosial pada bidang perikanan (contohnya apa yang terjadi pada nelayan di North Pacific Halibut, program adopsi kegiatan penangkapan perseorangan sukses secara biologis tetapi secara ekonomi dan sosial gagal). Begitu pula yang terjadi pada The Alaska Groudfish Fisheries dimana tidak selarasnya produktifitas biologi dan ekonomi. Populasi ikan tidak menurun karena nelayan diarahkan pada konservasi tetapi tidak cukup bagi produktivitas ekonomi nelayan. Manajemen selalu memberikan dampak terhadap produktivitas ketika sumberdaya ikan dialokasikan pada grup-grup nelayan (tradisional dan modern). Semua teknik manajemen perikanan menciptakan pemenang dan yang kalah, meskipun teknik pengelolaan tersebut atas dasar untuk konservasi. Misalnya saja pelarangan mendekati wilayah “Spawning” mrnyrbabkan nelayan mencari waktu dan wilayah lain untuk penangkapan, pelarangan mendekati wilayah “near shore” melarang akses untuk kegiatan memancing. Aturan tentang ukuran minimumikan membuat nelayan menjauhi wilayah ikan-ikan kecil . Open access menyebakan mrtalitas tinggi, serta konflik diantara nelayan. Langkah-langkah pengelolaan berdasarkan pasar “market based” seperti transfer quota secara individu diarahkan pada peningkatan produktifitas ekonomi dan biologi (seperti membagi resiko secara bersama).

Menjaga Produktifitas sepanjang Waktu

“Perikanan yang berkelanjutan artinya mengelola untuk masa depan sebaik saat ini tidak menjadi standar yang sulit untuk mencapainya jika keinginan politik “politikal Will” ada

(Jim Glade)

Ketika masyarakat berbicara tentang produktivitas, mereka pasti membicarakan tentang keberlanjutan, dan ide tentang keberlanjutan berhubungan dengan manusia terhadap ikan. , karena sistem perikanan termasuk manusia dan ikan yang saling bergantung padanya karena juga terdapat ketidakpastian terhadap masa depan, ide tentang keberlanjutan harus memasukkan pilihan untuk memelihara produktifitas populasi ikan dan habitatnya, sebaik manusia dan komunitas dimana istilah perikanan berkelanjutan diartikan orang kebanyakan sebagai pengelolaan perikanan pada level tertinggi dari produktifitas dari generasi ke generasi tanpa membuang atau merusak ekosistem. Pertanyaannya adalah :

1. Tinggi untuk siapa ?

2. Di dalam variabel sistem, mampukah produksi selalu tinggi?

Perbedaan ide tentang apa yang dimaksud dengan “cukup dan siapa yang mendapatakan apa” menjadi sumber dari pernyataan yang membuat kesulitan politis bagi para manajer.

Perikanan berkelanjutan harus dapat meliputi bisnis perikanan yang sehat secara ekonomi sebaik sehatnya stok ikan secara biologis. Beberapa hal menunjukkan bahwa memelihara populasi ikan pada level yang baik, bisnis dan masyarakat yang bergantung pada sektor ini selalu dipelihara. Tanpa keberlanjutan jangka panjang, beberapa keuntungan tidak mungkin diperoleh dan argumentasi tentang bagaimana mengalokasikan ikan menjadi tidak berarti.

Keseimbangan adalah kunci dari keberlanjutan untuk banyak-keseimbangan antara hari ini dan besok, menggunakan dan konservasi, biologi dan ekonomi, komunitas dan individu, berubah-ubah dan stabil. Ini sangat rumit karena keseimbangan yang tepat adalah berbeda untuk orang yang berbeda. Pengelola perikanan harus mengutamakan konservasi, kemudian memutuskan bagaimana untuk membagi ”the fish” diantara kompetitor tapi pengelola sering berlaku melampaui batas dengan mengizinkan alokasi kebutuhan-kebutuhan menentukan keputusan-keputusan konservasi. Kelemahan dari manajemen gagal untuk mengelola prioritas dari konservasi karena manajemen ”membilang/menghitung hanya pada ketertarikan jangka pendek dari konservasi yang saat ini aktif pada bidang perikanan, sebagai pengganti ”the general publick, saat ini dan di masa yang akan datang.

Mencapai keberlanjutan perikanan , banyak catatan, membutuhkan pertolongan pergantian alami dari perairan. Mengelola variabel lingkungan kelautan secara konsisten tidak menghasilkan. Bagian dari tugas penting pengelolaan perikanan adalah untuk menyeimbangkan antara tahun yang tinggi kelimpahan dan kelimpahan yang rendah pada perikanan – untuk mengelola pada level penggunaan yang memperbolehkan perikanan- untuk mengelola pada level penggunaan yang memperbolehkan perikanan dan komunitas nelayan untuk menyerap kelimpahan yang rendah sebaik kelimpahan yang tinggi. Untuk beberapa, keberlanjutan berarti mendukung segala sesuatu pada posisinya saat ini. Kekuatan untuk melindungi siapa saja dan menetap pada perikanan membuat dukungan perikanan pada level yang menguntungkan menjadi tidak mungkin.

Stakeholder selalu menunjukkan bahwa perikanan dapat berlanjut pada banyak level. Meskipun pada level yang paling rendah dari produktivita-sepanjang apa yang berpindah tidak melampaui stok apa yang dapat diproduksi. Meskipun juga banyak yang diamati, ini susah untuk difikirkan bahwa keberlanjutan perikanan pada level bawah. Pada level ini, perikanan dan ekonomi bisa saling mendukung , pendukung-pendukung/penyangga-penyangga bisa disediakan untuk melawan resiko dan ketidakpastian, Biodiversity dan kesehatan ekosistem bisa dikelola, dan pilihan tentang tipe-tipe daya guna bisa dimaksimalkan. Akan tetapi m,ereka akan selalu manfaatkan dari pilihan-pilihan yang dibuat antara daya guna yangbbersaing dari bidang perikanan. Pengurangan stok ikan di bawah level yang dapat memproduksi keuntungan maksimal artinya kehilangan dari beberapa pilihan untuk dipilih.

Mencari kelebihan stok ikan untuk keberlanjutan dari ekosistem adalah suatu ide yang kerap diakui, tetapi jarang diiplementasikan. Satu catatan penelitian, bahwa karena variabilitas ekosistem, kebutuhan-kebutuhan keberlanjutan perlu ditentukan oleh sehatnya ekosistem secara keseluruhan dari pada sehatnya spesies secara khusus-dengan pola-pola yang sehat dari variabilitas ekosistem. Perhatioan lainnya adalah meskipun pengelolaan ”single species” dapat diefektifkan untuk mengelola populasi dari tiap spesies. Sebagai contoh ” stripped bass” di Chesapeake Bay- perencanaan pengelolaan perikanan pada saat ini dimulai untuk mengambil beberapa faktor-faktor ekonomi untuk dihitung, seperti efek dari pemindahan pakan dari marine bird dan efek dari alat tangkap pada habitat.

Beberapa ide pengelolaan ekosistem meliputi pengaturan wilayan perlindungan. ”The 1993 report to congress the ecosistem Principles advisory Panel” merekomendasikan para ”fishery manager” untuk menyadari dan mengevaluasi keuntungan-keuntungan potensial dari Marine protected Area” untuk mempromosikan pengelolaan berdasarkan ekosistem. MPA bisa berubah dalam ukuran dan derajat dari pelarangan. Sebagai contoh, beberapa bisa melarang segala bentuk penangkapandan penggunaan non fishing; lainnya bisa melarang atau membatasi hanya pada komersial dan alat tangkap untuk tujuan rekreasi. Peraturan di beberapa wilayah MPA bisa tetap pada eke disepanjang tahun, sementara wilayah taman nasional lainnya bisa membatasi aktivitas hanya selama waktu-waktu tertentu. Contohnya pada saat ikan sedang bertelur.

Pertanyannya sekarang adalah bagaimana untuk menyeimbangkan keuntungan di wilayah MPA (Marine Protected Area) yang bertentangan dengan biaya-biaya. Tantangan pengelolaan perikanan adalah untuk memastikan penangkapan baik untuk komersial, rekreasi dan subsistensi- memperbolehkan keberlanjutan ekosistem untuk dikelola.

Didalam mengetahui hambatan dari pengelolaan skala ekosistem, beberapa stakeholder selalu berfikir bahwa jawaban untuk mengelola kesehatan ekosistem bisa ditentukan mana mereka telah ketahui dan mempraktekkannya. Kita bisa tidak membutuhkan untuk membangun kerumitan/kesulitan dan pendekatan informasi secara intensif kepada pengelola ekosistem. Alternatif yang lebih mudah mungkin adalah pendekatan yang lebih konservatif dari aturan-aturan untuk mengelola stok. Pengelolaan yang lebih baik mampu menjaga level ketersediaan stok lebih tinggi, membuat ikan lebih tersedia sebagai sumber makanan dan mamalia laut dan menjaga seluruh ekosistem agar lebih sehat.

Pengalaman yang lalu selama 20 tahun membuat jelas bahwa untuk mengelola perikanan secara berkelanjutan pada long run membutuhkan lebih banyak kehati-hatian pada short run. Sebagai hasilnya, lebih banyak keputusan-keputusan manajemen memasukkan pendekatan-pendekatan pencegahan. Pendekatan ini mengakui perubahan pada sistem perikanan adalah hanya dapat diputar balikkan secara lambat, susah untuk dikontrol, tidak bagus untuk dipahami, dan subjek untuk merubah lingkungan dan nilai-nilai kemanuasiaan. Dikatakan bahwa dimana dampak dari perikanan nampak tidak jelas, pengelolaan harus lebih konservatif dan tidak ”membunuh angsa yang menelurkan telur emas”. The MSFCMA, meskipun tidak eksplist menggunakan istilah pencegahan namun merefleksikan pendekatan. Pendekatan Melanjutkan definisi yang dimodifikasi dari keuntungan optimum, definisi dari overfishing dan persyaratan dari overfished stoks.

Dimasa lampau, kesehatan dari stok ikan sering dikorbankan untuk kepentingan ekonomi jangka pendek dan perhatian sosial (social concern). Mencari keseimbangan yang tepat antara biologis, ekonomi dan keuntungan-keuntungan sosial adalah suatu pertanyaan yang banyak pendapatnya. Apakah ekonomi jangka pendek dan pengorbanan-pengorbanan sosial adalah tepat untuk membangun kembali stok ikan untuk mengelola keuntungan jangka panjang? Ini adalah satu dari pertanyaan yang paling mengganggu terhadap pengelolaan perikanan.

Konservasi adalah suatu proses dari menyimpan dan investasi. Masyarakat berbeda di dalam kerelaan mereka dan kemampuan mereka untuk menyimpan dan investasi-dimana siapa yang memiliki ”cash flow” (aliran uang tunai) tidak akan adil membayar hutang yang ada adalah tidak seperti mengesampingkan simpanan dan investasi untuk pengembalian di masa datang (future return). Investasi di dalam konservasi perikanan tidak berbeda. Masyarakat seperti ingin menyimpan ikan untuk masa depan- investasi pada masa depan produktivitas perikanan- ketika perikanan sehat secara ekonomi, yang dijelaskan, setidaknya dalam bagian, peningkatan keberatan (tidak terima) melawan kekuatan investasi pada konservasi perikanan ketika perikanan dibawah tekanan.

Banyak orang yang kami wawancarai mengakui kesulitan dari menanyakan nelayan untuk mengorbankan pendapatan saat ini untuk keuntungan masa depan yang tidak pasti. Meskipun stakeholder yang menekankan kebutuhan untuk konservasi secara umum bersimpati tergadap kepedihan manusia, dan kesulitan ekonomi yang berhubungan dengan membangun kembali stok yang kosong. Membangun kembali stok sering menyediakan periode waktu yang lebih panjang dari pada banyaknya masyarakat yang akan mengalami kesulitandi dalam perikanan. Panjang periode waktu pembangunan kembali, transparansi penjualan antara kesakitan individu dengan keuntungan sosial menjadi - antara biaya pada generasi yang satu dengan keuntungan generasi yang lainnya. Permasalahannya adalah bahawa siapa yang membayar biaya dari pengurangan jumlah produksi tidak mengharapkan untuk menjadi salah satu orang yang menuai keuntungan.

Terkadang masyarakat di dalam perikanan membutuhkan untuk mengoperasikan di bawah lebih bersifat membatasi regulasi didalam respon untuk penurunan stok tidak disebabkan oleh penangkapan. Banyak perubahan kelimpahan stok sebagai hasil dari kejadian alam seperti El Nino atau siklus populasi. Suatu response bersama untuk situasi ini adalah untuk memprotes bahwa “kita tidak dapat menyebabkan kecendrungan ini untuk mundur/turun, oleh karenanya mengapa kita bisa memotong kembali?” tetapi hanya musim kering disebabkan oleh pola perubahan cuaca membutuhkan pembatasan terhadap penggunaan air, oleh karenanya fluktuasi alami pada stok ikan membutuhkan peningkatan pembatasan pada penangkapan ikan.

Banyak sekali contoh dari perikanan yang telah terselamatkan dari pandangan dangkal dari manajemen. Para ahli lingkungan mengutip contoh dari spiny dogfish di New England dan Mid Atlantic.” Kami menggiatkan pembangunan dari perikanan spiny dogfish Atlantic tanpa tinjauan ke masa depan dan tanpa perencanaan manajemen perikanan” (jawabnya menyesali). Kita semestinya belajar dari giatnya penangkapan yang tidak diinginkan seperti wabahu ....dogfish akan mengambil masa 10 tahun untuk pulih-perikanan mungkin akan menjadi punah. Jika kita telah mengelola perikanan dari awal, kita harus dapat menghindarkan meletakkan nelayan di luar bisnis. “sebagai anggota dari seluruh sektor yang dikenali, kehilangan peluang di masa depan sebagai suatu hasil dari kegagalan mengantisipasi dan mencegah wabah ikan.

Tetapi selalu ada contoh dari perikanan dimana, suatu ketika satu masalah dari short sightedness telah diobservasi, tindakan koreksi telah dilakukan. North Pacific Hallibut, dapat dibantah lebih produktif, sustainable.

Peluang Biologi yang hilang

Over fishing mengakibatkan beberapa kondisi antara lain :

  1. Menangkap ikan pada suatu ukuran yang jauh di bawah ukuran potensi maksimumnya.
  2. Tidak dilakukannya re-stoking pada daerah-daerah catchable area

Peluang Ekonomi yang hilang

Dapat juga diakibatkan oleh overfishing ekonomi secara alami. Overfishing ekonomi terjadi manakala perikanan telah dikembang;kan di luar titik tangkapan maksimum tetapi penyebab overfishing mendasar adalah overcapacity dimana jumlah kapal dan alat tangkap yang melebihi dari jumlah yang diperbolehkan.

Peluang Sosial yang hilang

Dampak dari peraturan perikanan misalnya dengan memberikan kuota dapat mengakibatkan menurunnya beban pekerjaan sehingga terjadi penurunan pendapatan. Dalam satu paragraph dijelaskan Manajemen dewan disalahkan oleh beberapa stakeholders karena lambat dalam memberikan pemahaman dan pendidikan ke publik tentang perikanan sebagai suatu ecosystem yang lebih luas.

Diadakan survey pada 3.500 nelayan hasilnya mengatakan 81 persen mereka sangat cemas dengan masa depan perikanan, 79 % dikatakan mereka tidak akan merekomendasikan perikanan sebagai masa depan mereka.

Kesimpulan

1. Stock sehat akan memelihara masyarakat sehat, economies sehat, dan perikanan sehat.

(Dick Schaefer, National Marine Fisheries Scienice)

2. Stakeholders harus memperhatikan konservasi dengan memperkuat manajemen perikanan